NTTHits.com, Kupang – Ombudsman mengemukakan gambaran ketidakadilan atau kepincangan serius terkait penyebaran peserta didik ke sekolah negeri dan sekolah swasta Sekolah Menengah Atas (SMA/SMK) di Nusa Tenggara Timur (NTT).
Kepincangan tersebut, dirasakan sebagai sebuah ketidakadilan karena kebijakan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) berpotensi meminggirkan sekolah swasta.
Baca Juga: Resmi di Bentuk, Jaringan Pemred Promedia Naungi Puluhan Media di NTT
“Ini merupakan gambaran kepincangan serius penyebaran peserta didik, ke sekolah negeri dan sekolah swasta,”kata Kepala Ombudsman NTT, Darius Beda Daton, saat menerima kunjungan Badan Musyawarah Perguruan Swasta (BMPS), Rabu, 31 Mei 2023
Berdasar data, sekolah swasta jenjang SMA/SMK di Kota Kupang berjumlah 43 sekolah. Terdapat 23 sekolah atau 53.49persen sekolah dengan jumlah siswa dibawah 100 orang, dan sebanyak 20 sekolah atau 46.51persen dengan jumlah siswa diatas 101 orang.
Baca Juga: Prof Zudan: Ini Tiga Generasi yang Bisa Dinaungi Melalui Kegiatan KORPRI
Terdapat 14 sekolah atau sebanyak 32.56persen dengan total jumlah siswa kurang dari 50 orang. Sementara sekolah negeri yang berjumlah 21 sekolah, namun menampung siswa sebanyak 21.493 orang atau sebesar 79.13persen.
Sementara sekolah swasta tercatat sebanyak 43 sekolah, namun hanya menampung 5.669 siswa atau 20.87persen.
Baca Juga: Indosat Hadirkan Empowering Indonesia Forum, Percepat Transformasi Digital Secara Gotong Royong
Selain itu, terkait PPDB, Ombudsman NTT menyampaikan beberapa permasalahan klasik yang kerap terjadi setiap tahun, pada saat penerimaan peserta didik baru, khusus di SMA/SMK negeri adalah pelanggaran Petunjuk Tekhnis (Juknis) oleh sekolah.
Meski Juknis tersebut ditetapkan dengan Peraturan Gubernur (Pergub). pelanggaran didominasi oleh penambahan jumlah Rombongan Belajar (Rombel) melebihi ketentuan maksimal pada juknis yang menyebabkan, pengalihfungsian beberapa ruangan aula dan laboratorium sebagai ruang kelas.
Baca Juga: Dua Perusahaan Milik Pemkot Kupang Harus Orientasi Bisnis Sumbang PAD
Pelaksanaan sistem pembelajaran double shift pada beberapa sekolah. Penambahan rombongan belajar yang tidak seimbang dengan ketersediaan ruang kelas, juga berimbas pada jumlah siswa dalam satu rombel, yang seharusnya maksimal 36 siswa menjadi lebih dari 36.
“Sekolah-sekolah tidak lagi mengindahkan standar jumlah rombel dan jumlah siswa per kelas sebagaimana digariskan badan Standar Nasional pendidikan ,”tambah Darius.
Artikel Terkait
Polres Rote Ndao Selidiki Bantuan Pembelian Rumput Odot Dinas Peternakan
Pengamat Yakin Putusan Sela Gugatan Mantan Dirut Bank NTT akan Menolak Eksepsi Tergugat
DPRD - Pemkot Kupang Sahkan Lima Peraturan Daerah Usul Inisiatif
Dua Perusahaan Milik Pemkot Kupang Harus Orientasi Bisnis Sumbang PAD
Indosat Hadirkan Empowering Indonesia Forum, Percepat Transformasi Digital Secara Gotong Royong
Prof Zudan: Ini Tiga Generasi yang Bisa Dinaungi Melalui Kegiatan KORPRI
Resmi di Bentuk, Jaringan Pemred Promedia Naungi Puluhan Media di NTT